PEMBERHENTIAN
PRESIDENTIL DALAM MASA JABATAN
· Pemberentiaan presiden dalam masa jabatan bias
deisebut dengan Pemakzulan ( bhs. Arab )
· Sebelum Amademen, secara materiil ada 3 UUD
yang penah berlaku di Indonesia, antara lain :
1. UUD 1945 ( 18 Agustus 1945 – 27
Desember 1949 )
2. Konstitusi RIS ( 27 Desember 1949 – 17
Agustus 1950 )
3. UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 juli
1959 )
Lalu
kembali ke UUD 1945
● Satu fenomena hukum adalah
pemegang kekuasaan eksekutif dan kedudukan presiden berdasarkan konstitusi
Negara yang bersangkutan.
●
Pada dasarnya, pola hubungan eksekutif ( dalam hal ini adalah kepala cabang
kekuasaan eksekutif atau the supreme head of the executive department ) di satu
sisi dan legislatif di sisi lain. Dibedakan dua kemungkinan pola hubungan,
yaitu :
1.
Kemungkinan pertama, eksekutif mendapat pengawasan langsung dari legislative,
pola tersebut disebut system pemerintahan parlementer ( the parliamentary
executive, the parliamentary type of government ), dan
2.
Kemungkinan kedua, eksekutif berada diluar pengawasan legislative, pola ini
dikenal dengan sistempresidesil ( the non-parliamentary or the fixed executive,
the presidential type of government ).
●
Sistem Pemerintahan Presidensil
Indonesia
berdasarkan UUD 1945 menerapkan system pemerintahan presidensil.
1.
Kekuasaan eksekutif berada ditangan presiden. Presiden mempunyai kedudukan
sebagai kepala pemerintah ( chief executive ) ( pasal 4 ayat (1)) dan juga
kepala Negara ( Chief of state ) ( pasal 10 s.d. 16 UUD 1945 ).
2.
Presiden dipilih langsung oleh rakyat ( pasal 6 UUD 1945 ).
3.
Masa jabatan Presiden ditentukan ( fixed term ) ( Pasal 7 UUD 1945 ).
“Fixed
term” mengandung arti bahwa pemegang kekuasaan eksekutif, dalam hal ini
presiden, masa jabatannya berakhir apabila wwaktu yang telah ditentukan oleh
kunstitusi atau UUD telah dilalui.
Permasalahan
ialah :
Di
dalam kondisi apakah presiden dapat diberhentiakan dalam masa jabatannya?
●Pengaturan
dan Prosedur Pemberhentian Presiden dalam Masa Jabatan
I.
Pra Amademen UUD 1945
-
UUD 1945 tidak secara tegas mengatur tentang pemberhentian presiden dalam masa
jabatannya. Hanya melalui ketentuan pasal 8 UUD 1945 menyatakan tentang
berhalangnya presiden dalam masa jabatan.
-
Terdapat Ketetapan MPR No.VII/MPR/1973 tentang keadaan Presiden dan/atau waki;
Presiden RI Berhalangan.
Alasan
berhalangan :
1.
Presiden mangkat,
2.
Presiden berhenti, dan
3.
Presiden tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya.
Berhalangan
berhalangan tetap
berhalangan
sementara
● Dasar Hukum : Ketetapan MPR No.III/MPR/1978
Tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara Dengan /
Atau Antar Lembaga Tinggi Negara
Mengingat
ketentuan pasal 6 ayat (2) UUD1945 sebelum amademen dan pasal 3 ayat (2)
Ketetapan MPR No.III/MPR/1978 bahwa presiden dipilih dan diangkat oleh MPR,
maka MPR dapat memberhentikan Presiden sebelum masa habis jabatannya dengan
dasar pertimbangan atas permintaan sendiri, berhalangan tetep, serta sungguh –
sungguh melangar Haluan Negara (pasal 4 Ketetapan MPR No.III/MPR/1978).
MPR
dapat memberhentikan presiden :
1.
Atas permintaan sendiri
2.
Berhalangan tetap, serta
3.
sungguh – sungguh Melanggar Haluan Negara
● Prosedural Pemberhentian Presiden Dalam Masa
Jabatannya (Pasal 7 Ketetapan MPR No. VII/1978)
1.
DPR melalui fungsi pengawasan berkewajiban senantiasa mengawasi tindakan
Presiden dalam rangka pelaksanaan Haluan Negara.
2.
Apabila DPR menganggap Presiden sungguh melanggar Haluan Negara, maka DPR
menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Presiden.
3.
Apabila dalam waktu tiga bulan Presiden tidak memperhatikan memorandum DPR,
maka DPR menyampaikan memorandum kedua.
4.
Apabila dalam waktu satu bulan Presiden tetap tidak memperhatikan memorandum
DPR, maka DPR dapat meminta MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk meminta
pertanggungjawaban Presiden.
● Sidang Istimewa MPR Untuk Meminta
Pertanggungjawaban Presiden
1.
Pertama, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk meminta dan mendengarkan
pertanggungjawaban Presiden.
2.
Kedua, apabila MPR menolak pertanggunjawaban Presiden, Presiden dapat
menggunakan hak jawab. Jika jawaban Presiden tetap ditolak,maka MPR dapat
memberhentikan Presiden.
3.
Ketiga, pengambilan keputusan didalam Sidang Istimewa MPR ditentukan
berdasarkan suara terbanyak.
II.
Pasca Amademen UUD 1945
Pasca
Amademen ketiga dan keempat, UUD 1945 secara tegas mencantumkan ketentuan
tentang pemberhentian Presiden dalam masa jabatannya
● Pengaturan dan prosedur/syarat pemberhentian
presiden dalam masa jabtannya (pasal 7A & 7B UUD 1945)
1.
Pertama, Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul
DPR setelah memperoleh keputusan MK.
2.
Kedua, Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya apabila terbukti
melakukan perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden;
dan
3.
Ketiga, pelanggaran hokum yang dimaksud adalah berupa penghianatan terhadap
Negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya.
● Pasal 7B UUD 1945
a.
Usul peberhentian Presiden dalam masa jabatannya diajukan oleh DPR dan MPR
setelah terlebih dahulu memperoleh putusan Mahkamah Konstitusi.
b.
Usul DPR tersebut harus memuat alas an bahwa Presiden telah melakukan
pelanggaran hokum atau berbuat tercela maupun telah tidak lagi memenuhi syarat
sebagai presiden.
c.
Pengajuan usul ke Mahkamah Konstitusi dengan dukungan sekurang – kurangannya
2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang Paripurna yang dihadiri
oleh sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
d.
Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus denga seadil –
adilnya paling lama 90 hari sejak usul DPR tersebut diterima oleh MK, kemudian
keputusan MK tersebut disampaikan ke MP
e.
Apabila putusan MK menyatakan bahwa Presiden terbukti melakukan pelanggaran
hukum atau perbuatan tercela, maupun tidak lagimemenuhi syarat sebagai
Presiden, DPR menyelenggarakan sidang Paripurna untuk meneruskan keputusan MK
ke MPR
f.
MPR wajib menyelenggarakan Sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling
lambat 30 hari sejak MPR menerima usul DPR tersebut.
g.
Keputusan MPR atas usul DPR tersebut harus diambil dalam rapat paripurna MPR
yang dihadiri oleh sekurang – kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui
sekurang – kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
h.
MPR membuat keputusan tersebut setelah terlebih dahulu kepada presiden diberi
kesempatan untuk menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.
● Permasalahan :
Berkaitan
dengan kesempatan yang diberikan kepada Presiden untuk menyampaikan penjelasan
kepada MPR (butir h)
1.
Pertama, MPR menolak penjelasan Presiden, berarti menerima usul DPR.
2.
Kedua, MPR menerima penjelasan Presiden, berarti menolak usul DPR.
Apabila
terjadi kemungkinan pertama, maka MPR akan memberhentikan Presiden dalam masa
jabatannya. Sebaliknya, apabila terjadi kemungkinan kedua, maka hal ini berarti
MPR telah mengesampingkan usul DPR yang telah memperoleh pertimbangan dari
putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat dan kemungkinan presiden
akan tetap melanjutkan masa jabatannya. Oleh karena itu, perlu diperjelas
mengenai kekuatan mengikat penjelasan Presiden tersebut.
● Penutup
Pengaturan
dan prosedur pemberhentian Presiden dalam masa jabatannya pada kurun waktu pra
atau sebelum amademen diatur diluar konstitusi atau UUD 1945, sedangkan
pengaturan dan prosedur pemberhentian Presiden dalam masa jabatannya pasca
amademen didalam konstitusi atau UUD 1945.
●Presiden
RI. Yang Berhenti Dalam Masa Jabatan
1. Presiden Soekarno (1967)
-
Sungguh – sungguh melanggar UUD 1945 dan Haluan Negara
-
Berhenti berdasarkan ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 Tentang
Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara Dari Presiden Soekarno, setelah
terlebih dahulu disampaikan Resolusi dan memorandum DPR-GR Tanggal 9 dam 23
Februari 1967.
2. Presiden Soeharto (1998)
-
Permintaan mundur dari pimpinan DPR-MPR
-
Mengundurkan diri karena tekanan dan demostrasi mahasiswa dan kekuatan
reformasi Tahun 1998.
3. Presiden B J Habibie (1999)
Berhenti
karena pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR
4. Presiden K.H Abdurachman Wahid (2001)
-
Sungguh – sungguh melanggar UUD 1945 dan Haluan Negara.
-
Mengeluarkan Maklumat Presiden RI Tanggal 22 Juli 2001 tentang pembekuan
DPR-MPR RI
-
Tidak hadir dan menolak untuk memberikan pertanggungjawaban dalam Sidang
Istimewa MPR tahun 2001.
-
Diberhentikan berdasarkan Ketetapan MPR
No.II/MPR/2001 Tentang Pertanggungjawaban Presiden RI K.H. Abdulracman
Wahid, setelah terlebih dahulu disampaikan memorandum DPR berdasarkan Keputusan
DPR No.33/DPR-RI/III/2001 dan No.47/DPR-RI/IV/2001 Tentang Penetapan
memorandum DPR-RI K.H Abduracman Wahid.
●
Impeachment Presiden Amerika Serikat
Article
II section 4
Constitution
of the united state
The
president, vice president of united sates, shall be removed from office on
impeachment for and conviction of, treason, bribery, or the high crimes and
misdemeanors.
1. Presiden
Andrew Johnson (1867)
-
Melakukan “High crimes and misdemeanors”.
-
Melanggar “An act regulating the tenure of civil officer”.
-
Presiden tidak diberhentikan.
2. Presiden Richard M. Nixon (1972)
-
Melakukan “High crimes and misdemeanors”.
-
Menghambat peradilan (obstruction of justice)
-
Penyalahgunaan kekuasaan (Contempt of congress)
-
Kasus Watergate
-
Presiden mengundurkan diri
3. Presiden Bill Clinton
-
Melakukan “High crimes and misdemeanors”.
-
Melakukan sumpah palsu dihadapan “Grand Jury”.
-
Memberikan respon tidak layak atas pernyataan tertulis “committee of
Judiciary”.
-
Presiden tetap menduduki jabatan setelah senat membebaskannya.
Pertanyaan
:
1.
Apabila dilihat mekanisme dalam pemberhentiaan presiden sangat panjang dan
membutuhkan biaya yang cukup besar sedangkan apabila kita lihat saat ini
Indonesia masih dalam keadaan krisis. Adakah konvensi ketatanegaraan yang
membuat mekanisme pemberhentian presiden lebih pendek?
2.
Bagaimana kualitas sidang umum MPR berdasarkan suara terbanyak? Mengapa Gusdur
menolak menjelaskan pertanggungjawabannya?
3.
Mengapa Mahkamah Konsitusi yang diberi kewenangan dalam hal memeriksa dan
memberi keputusan atas usul DPR dan bukan Mahkamah Agung?Bukankah Mahkamah
Konstitusi tidak berwenang untuk hal itu karena badan kehakiman hanyalah
Mahkamah Agung?
4.
Apa batasan atau tolak ukur perbuatan tercela dalam memberhentikan presiden?
keputusan Mahkamah Konstitusi adalah final, mengapa harus ada upaya dari MPR
untuk meminta penjelasan dari Presiden yang dan memungkinkan Presiden untuk
tetap melanjutkan masa jabatannya?
5.
Apakah kasus perselingkuhan Bill Clinton dengan monica Lewinsky dapat dijadikan
sebagai satu alasan untuk memberhentikan Bill Clinton dalam masa jabatannya?
Jawab
:
1.
Tidak ada konversi ketatanegaraan yang dapat mempersingkat mekanisme dalam
menberhentian presiden. Karena sistem hukum kita adalah eropa kontinental
dimana semua mekanisme dalam pemberhentian presiden diatur dalam UU tertulis
yakni terdapat dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945 dan itu merupakan suatu sistem
yang saling berkaitan.
2.
Sesuai dengan pasal 2 ayat 3 UUD 1945 putusan MPR ditetapkan dengan suara
terbanyak. Untuk melihat kualitas hasil putusan itu sangat relative menurut
saya putusan tersebut sudak cukup baik karena anggota MPR itu sendiri sudah
mewakili rakya dan golongan.Mungkin saja karena beliau sudah tidak simpati lagi
dengan MPR.
3.
Dalam UUD 1945 Bab IX tentang kekuasaan kehakiman Mahkamah Konstitusi juga
merupakan kekuasaan kehakiman jadi mempunyai wewenang dalam hal itu.
4.
Batasan atau tolak ukur perbuatan tercela yang dimaksud dapat dilihat dalam
pasal 7A UUD 1945 dan tindak itu juga melanggar norma kesusilaan dan kesopanan
yang tumbuh didalam masyarakat.
Keputusan
MK merupakan keputusan final dan memgikat sesuai pasal 24C UUD 1945 .Dalam
kasus diatas memang harus dikaji kembali karena seharusnya MPR tidak perlu
meminta penjelasan dari Presiden tetapi langsung melaksanakan keputusan dari
MK, karena keputusan Mk merupakan keputusan yang final.
5.
Kasus Bill Clinton dengan Monica Lowinsky saat itu belum sampai perselingkuhan
dan itu bukan merupakan indikator impeachment saat itu. Tetapi apabila saat itu
ternyata terbukti terjadi perselingkuh maka hal itu dapat dikatakan berbuatan
tercela sehingga dapat menjadi indikator dalam impeachment
Tidak ada komentar:
Posting Komentar